Rabu, 22 Oktober 2014

Masalah-masalah yang di tangani Guru BK

Masalah-Masalah yang biasa di tangani Guru BK

Pada dasarnya setiap individu menghadapi permasalahan dalam hidupnya dalam jenis dan intensitas yang berbeda. Di antara masalah individu tersebut, beberapa masalah dapat dipecahkan sendiri tanpa intervensi konselor, sedangkan masalah lainnya masih belum bisa diselesaikan sehingga mereka membutuhkan bantuan konselor. Pada umumnya masalah emosi konseli yang cara penyelesaiannya membutuhkan bantuan konseling adalah:
1.      Masalah Kecewa (Disappointed Paroblem)
Kecewa merupakan bentuk gangguan emosi yang ditimbulkan oleh ketidakserasian antara apa yang diinginkan konseli dan kenyataan yang terjadi. Misalnya, seorang siswa merasa kecewa karena mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan di sekolah atau merasa teman sebangkunya tidak membantunya ketika dia tidak mengerti mata pelajarannya.
Konseli yang mengalami kekecewaan yang berlarut-larut tanpa penyelesaian dapat menimbulkan kompleks terdesak yang dapat mengakibatkan kegelisahan, frustasi, salah ambil, salah ucap, dan mimpi sesuatu sebagai wujud adanya keinginan yang tidak terpenuhi. Konseli yang gagal menyelesaikan masalah ini sebaiknya minta bantuan konseling kepada konselor, agar problem ini dapat direduksi dan dihilangkan, sehingga tidak merangsang timbulnya masalah lain.

2.      Masalah Frustasi (Frustration Problem)
Frustasi ialah suatu bentuk kekecewaan yang tidak terselesaikan akibat kegagalan yang sering terjadi di dalam mengerjakan sesuatu atau akibat tidak berhasil dalam mencapai cita-cita. Konseli yang mengalami frustasi, biasanya menampakan minat belajanya menurun, tidak mau berusaha belajar lagi, dan kehilangan kepercayaan pada dirinya. Pada umumnya layanan konseling diberikan kepada konseli untuk membantu membangkitkan minat dan motivasi pada aktivitas lain yang lebih cocok dengan potensi konseli, teknik ini disebut sublimasi.

3.      Masalah Kecemasan (Anxiety Problem)
Kecemasan ialah suatu keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan, dan merupakan pengalaman yang samar-samar di sertai dengan perasaan yang ditak berdaya dan tidak menentu (Lazarus,1978). Pada umumnya kecemasan bersifat subjektif, yang ditandai dengan adanya perasaan tegang, khawatir, takut, dan disertai adanya perubahan fisiologis, sepertin peningkatan denyut nadi, perubahan pernapasan, dan tekanan darah. Kecemasan dapat dibedakan beberapa jenis menurut Gilmer (1978), Lazarus dan Spielbelger yang dikutip Kendall (1978) sebagai berikut:

a.       Kecemasan Normal
Kecemasan normal adalah suatu kecemasan yang derajatnya masih ringan, dan merupakan suatu reaksi yang dapat mendorong konseli untuk bertindak, seperti: menunjukan kurang percaya diri, dan juga dapat melakukan mekanisme pertahanan ego, contoh: memberikan alasan yang rasional atas kegagalan yang dialaminya.
b.      Kecemasan Abnormal
Kecemasan abnormal adalah suatu kecemasan yang sudah kronis, adanya kecemasan tersebut dapat menimbulkan perasaan dan tingkah laku yang tidak efisien, misalnya siswa harus mengulang ujian, karena nilainya jelek/belum lulus.

c.       Kecemasan State Anxiety
Suatu kecemasan disebut state anxiety bila gejala kecemasan yang timbul dianggap sebagai suatu situasi yang mengancam individu. Misalnya, konseli merasa terancam atas kemungkinan kegagalan yang pernah dialaminya pada tahun yang lalu.

d.      Trait Anxiety
Trait anxiety merupakan kecemasan sebagai keadaan yang menetap pada individu. Kecemasan ini berhubungan dengan kepribadian individu yang mengalaminya. Konseli yang mempunyai trait anxiety tinggi cenderung untuk menerima situasi sebagai bahaya atau ancaman, dibandingkan konseli yang menderita trait anxiety rendah, sehingga mereka akan merespon situasi yang mengancam dengan kecemasan yang lebih besar intensitasnya.

4.      Masalah Stres (Stress Problem)
Stres adalah suatu bentuk gangguan emosi yang disebabkan adanya tekanan yang tidak dapat diatasi oleh individu. Di sekolah siswa mungkin mengalami stres saat hubungannya dengan temannya tidak bisa berjalan baik, atau saat mereka menghadapi ujian. Stres sering terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Stres yang berlanjut dapat menimbulkan gangguan emosi yang menyakitkan seperti kecemasan dan depresi. Stres bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keinginan yang bertentangan, peristiwa traumatis, peristiwa yang tidak bisa dikendalikan, peristiwa yang tidaak bisa diprakirakan, peristiwa diluar batas kemampuan, dan konflik internal sering sebagai sumber stres seseorang.
Konseli yang mengalami stres ringan dan sedang masih bisa dibantu konselor dengan konseling, tetapi bila stres yang di deritanya kategori berat, maka konselor harus merujuk (mereferal) kepada psikiater. Kasus stres berat membutuhkan penanganan medis dan layanan psikoterapi.

5.       Masalah Depresi (Depression Problem)
Depresi di kenal sebagai keluhan-keluhan umum yang dialami oleh siswa ataupun masyarakat biasa. Masalah depresi dapat digolongkan kedalam gangguan emosi dan kepribadian yang perlu mendapat perhatian serius dari kalangan kedokteran bidang kesehatan jiwa, psikoligi, maupun ahli konseling.
Blackburn dan Davidson (1994), mengemukakan gejala penderita depresi berdasarkan simtoma psikologis dan biologis. Simtoma psikologis meliputi: (1) susah hati, seperti kesediaan, kecemasan, dan mudah marah; (2) berfikir, seperti kehilangan konsentrasi, lambat dan kacau dalam berfikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, dan merasa harga dirinya rendah; (3) motivasi, seperti kurang minat bekerja, menghindar dari pekerjaan dan sosial, ingin melarikan diri, dan ketergantungan diri, dan (4) perilaku, seperti lamban, mondar-mandir, menangis, dan mengeluh. Simtoma biologis mencakup: (1) hilangnya nafsu makan; (2) hilangnya nafsu berahi; (3) tidur terganggu; dan (4) lambat beraktivitas.

6.      Masalah Konflik (Conflict Problem)
Konflik ialah suatu bentuk pertentangan yang di alami oleh individu.  Konflik yang dialami konseli bisa di timbulkan oleh dua faktor, yaitu faktor di dalam diri konseli, dan faktor di luar diri konseli. Penyebab pertama terjadi, karena apa yang dilakukan konseli tidak sesuai dengan keyakinan konseli, sedangkan penyebab kedua timbul, bila keinginan dan harapan konseli tidak sesuai dengan kenyataan di luar dirinya. Konflik sebagai masalah psikologis sangat mempengaruhi prilaku individu. Jadi jelas, bahwa konflik pada umumnya berdampak buruk terhadap intensitas perilaku individu.

7.      Masalah Ketergantungan (Dependence Problem)
Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya menggantungkan bantuan pihak lain. Masalah ketergantungan konseli merupakan bentuk kesulitan psikologis yang dapat dikategorikan lebih ringan bila di bandingkan dengan masalah-masalah yang diuraikan diatas. Dalam beajar, masalah ini dapat menimbulkan penurunan kemampuan peserta didik atau mahasiswa untuk mengeerjakan tugas-tugasnya, sehingga usaha belajarnya menjadi rendah.



Daftar Pustaka :
Atkinson. 1998. Introduction to Psychologiy. California:Harcourt Brace & Company.

Blackburn, M., and Davidson, K., T. 1994. Cognitif Theraphy For Depresion and  Anxiety. London: Blackwell Sientific Publication.

Senin, 20 Oktober 2014

memahami diri pribadi

Memahami diri pribadi
Pemahaman diri merupakan salah satu proses yang harus dilakukan untuk membentuk konsep diri, dengan pemahaman diri yang didasarkan dengan sikap positif akan memunculkan konsep diri yang positif juga dimana hal itu akan berpengaruh pada kepercayaan diri yang tinggi.
Pemahaman diri yang objektif akan membuat seseorang mengerti akan dirinya, termasuk kelemahan dan kelebihan yang dimiliki serta bisa bersikap positif dalam menanggapi kelemahan dan kelebihan yang ada. Menurut Loekmono (dalam Kartono, 1985) tujuan mengenal dan memahami diri sendiri bukannya untuk membuat orang menjadi kecewa setelah mengetahui bagaimana kepribadian dirinya, tetapi diharapakan agar setelah mengenal dan memahami dirinya sendiri seseorang dapat menerima kenyataan yang ada lalu berusaha dengan yang ada pada dirinya untuk mengembangkan pribadinya agar sehat dan memiliki karakteristik yang positif.
A.    Menumbuhkan dan mengembangkan pribadi anda
Pertumbuhan dan perkembangan pribadi memungkinkan manusia hidup secara lebih memuaskan dan nyaman, dan menjadi suri teladan bagi orang lain. Perkembangan pribadi biasanya dicirikan dengan meningkatkannya kesadaran diri dan pengetahuan melalui keterbukaan diri dan eksplorasi serta refleksi perasaan, pemikiran dan perilaku.
             Untuk menumbuhkan dan mengembangkan pribadi dibutuhkan proses-proses sebagai berikut:
-          Meningkatkan kesadaran diri
-          Memecahkan masalah-masalah masa lampau dan kini
-          Melihat kembali nilai-nilai pribadi

B.    Meningkatkan kesadaran diri
Setiap kali anda bertemu dengan orang lain dan membantunya, mereka akan melihat anda sebagai sosok pribadi. Anda menunjukan kekuatan dan keterbatasan serta kepribadian anda dalam hubungan tersebut. Kepribadian niscaya dibentuk oleh pengalaman-pengalaman hidup sebelumnya
Jika ingin memeberikan bantuan yang efektif dan mendorong orang lain berkembang dan berubah, anda juga harus memupuk perkembangan anda sendiri, anda dapat melakukannya dengan lebih menyadari cara-cara untuk mengembangkan potensi diri dan berubah adi pribadi yang matang. Anda perlu bertanya kepada diri sendiri, “apakah saya melakukan apa yang saya yakin harus dilakukan oleh orang lain?”
C.    Memecahkan masalah- masalah masa lampau dan kini
Untuk memberikan bantuan yang efektif, anda pun niscaya akan mengambil risiko. Mengajak seseorang berbicara tentang masalahnya membawa risiko bagi anda secara emosional. Ajakan membawa kemungkinan bahwa anda akan menghadapi emosi-emosi yang kuat dalam diri anda dan mungkin juga pemikiran-pemikiran yang mengganggu.
D.    Cara-cara praktis untuk tumbuh dan kembang
-          Bergaul dengan orang-orang yang selalu ingin tumbuh dan berkembang
-          Mengikuti program-program konseling pribadi
-          Membagi pengalaman anda dalam membantu orang lain kepda konselor
-          Mendengarkan orang lain yang berbeda nilai dan keyakinan dengan anda, sehingga anda dapat mengulas balik nilai dan keyakinan anda sendiri.
-          Tekun beribadah sesuai dengan agama anda
-          Mengeksplorasi peluang-peluang untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan konseling anda
-          Berdiskusi secara rutin dengan kelompok-kelompok yang aktif memberikan bantuan konseling

memahami diri sendiri sangat penting dan berkaitan erat dengan pengambilan keputusan sesuai kemampuan bidang keahlian anda, seperti saat lulus sekolah menengah atas ingin melanjutkankan kejenjang universitas. Sebagai contoh ingin mengambil jurusan bimbingan konseling perlu adanya pemahaman sedikit dari wawasan mengenai apa itu bimbingan dan konseling (calon konselor)

E.    Pendahuluan
Seorang konselor tidak dilahirkan bukan karena pendidikan dan latihan profesionalnya semata-mata. Menjadi konselor berkembang melalui proses yang panjang, dimulai dengan mempelajari berbagai teori dan latihan serta berusaha belajar dari pengalaman praktikkonselingnya. Dalam proses tersebut peran keinginan atau cita-cita tidak dapat diabaikan, sebab penentuan pilihan bidang ilmu yang akan digeluti didasari oleh tujuan atau alsan pemilihan tersebut.
      Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal klien, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling. Membangun  hubungan konseling merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun klien, tidak memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling.
      Salah satu pengenalan diri sendiri adalah pemahaman perasaan-perasaan dan sikap-sikap diri sendiri pada waktu memulai pendidikan menjadi konselor (Gerald, 1989:3). Perasaan dan sikap awal tersebut merupakan motivator untuk terus berkembang. Jika pada saat ini tidak terlalu menjadi persoalan apa yang menjadi motivasi memilih menjadi, sangatlah penting menyadari motivasi serta kebutuhan-kebutuhan pribadi yang ingin dipenuhi. Dengan menyadari hal tersebut akan menghindarkan upaya pemenuhan kebutuhan sendiri yang akan mengganggu proses konseling. Kesadaran akan kemampuan yang dimiliki, mendukung pemenuhan kebutuhan klien yang lebih baik.
            Menjadi konselor yang efektif perlu mengetahui makna efektif dalam konseling. Menilai efektivitas konseling biasanya sangat subjektif dan mempunyai dua perspektif, yaitu perspektif konselor dan klien. Keduanya dapat berbeda, karena masing-masing mempunyai harapan yang berbeda. Salah satu  cara untuk memahami perspektif klien ialah memahami alasan-alasan klien untuk memproleh konseling.
            Seorang konselor yang efektif, perlu memiliki pandangan atau pikiran yang jelas tentang maksud dan tujuan –tujuan konseling. Beberapa tujuan konseling adalah: membantu klien merasa lebih baik, membantu klien menjadi percaya diri dan memperoleh keterampilan untuk mengahdapi situasi pada saat ini dan dikemudian hari dalam cara- cara yang konstruktif. 
            Agar harapan dan kebutuhan klien dapat terpenuhi oleh konselor, maka pendekatan yang dapat dilakukan adalah pembahasan tujuan konseling secara terbuka. Atas dasar hasil pembahasan tersebut dilakukan penyusunan program konseling yang disepakati bersama oleh konselor dank lien.
            Aspek kunci lainnya dalam konseling yang efektif adalah hubungan konseling, yaitu kualitas hubungan antara konselor dengan klien. Konsep carl rogers tentang hubungan konseling merupakan konsep yang kuat dan berguna, dan perlu dipahami oleh calon konselor.
            Carl rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang diperlukan seorang konselor agar konselingnya efektif, yaitu kongruensi, empati, dan perhatian psitif tanpa syarat pada klien. Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu seorang konselor yang dalam perilaku hidupnya menunjukan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh dan menyeluruh, baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya. Konselor tidak pura-pura atau memakai kedok untuk menyembunyikan keaslian dirinya.
            Konselor yang memiliki kualitas empati, dapat merasakan pikiran dan perasaan orang lain da nada rasa kebersamaan dengan klien. Konselor memahami jalur jalan dan liku-liku yang dilalui klien dan bersimpati padanya, berjalan bersama dengannya sebagai teman sejalan.
            Kualitas ketiga seorang konselor yang baik atau efektif adalah memberikan perhatian kepada klien. Konselor memberikan perhatian positif tanpa syarat. Konselor dapat menerima klien sebagaimana adanya dengan segala kelemahan dan kekuatannya,  sikap dan keyakinannya termasuk perilakunya yang mungkin memuakan bagi orang lain. Konselor menerima tanpa memebrikan penilaian.
F.    Karakteristik guru bimbingan dan konseling atau konselor
a)    Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa
b)   Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, individual dan social
c)    Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, bersikap demokratis.
d)   Menampilakan nilai, norma dan moral yang berlaku dan berakhlak mulia
e)    Menampilkan intergritras dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional
f)    Cerdas, kreatif, mandiri dan berpenampilan menarik.

G.    Ciri-ciri penting yang dikemukakan oleh corey (1977: 234-235) sebagai berikut.
a)    Memiliki cara-cara sendiri. Konselor selalu ada dalam proses pengembangan gaya yang unik, yang menggambarkan filsafah dan gaya hidup pribadinya, dan walaupun bebas meminjam ide-ide dan teknik-teknik orang lain, tidak secara mekanis menirunya.
b)   Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri.
c)    Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri
d)   Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil risiko yang lebih besar
e)    Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan orang lain.
f)    Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuan.
g)    Memiliki identitas diri
h)    Mempunyai rasa empatiyang tidak posesif
i)     Hidup, artinya pilihan mereka berorientasi pada kehidupan
j)    Otentik, nyata, seejalan, jujur dan bijak
k)   Memberi dan menerima kasih sayang dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang dikasihi serta mempunyai kemampuan untuk memerhatikan orang lain.
l)     Hidup pada masa kini.
m)   Dapat berbuat salah dan mau mengakui kesalahannya.
n)    Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiata-kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan.

Daftar pustaka
1) Geldard, Kathryn. David Geldard. 2004. Membantu Memecahkan Masalah Orang Lain Dengan Teknik Konseling: Membangun Hubungan Baik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2) Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi: Pribadi Konselor. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada

3) Hapsari, Sri. 2005. Bimbingan Dan Konseling Sma Kelas XI. Jakarta: Grafindo

Kamis, 02 Oktober 2014

Artikel ke 2 tentang Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam artikel ini saya akan menjelaskan tentang Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), dalam artikel ini saya membaca dari 2 referensi buku yaitu tentang Siswa Sekolah Menengah Atas buku tersebut dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional Edisi: April  2005 dan tentang Psikologi Perkembangan yang dibuat oleh Hurlock

Para pembaca artikel yang saya banggakan, pada kesempatan ini saya coba akan membahas tentang 2  referensi buku yang telah saya baca tentang Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).
Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 16 tentang sistem pendidikan nasional (Departemen Pendidikan Nasional, 2005: 4), siswa (peserta didik) adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Pengertian di atas mengisyaratkan bahwa siswa adalah seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan mengikuti suatu jalur pendidikan, dalam hal ini siswa yang dimaksud adalah seseorang yang mengikuti jalur pendidikan  formal dan jenjang pendidikan menengah atas (siswa SMA).

Siswa SMA yang berada pada rentang masa remaja yaitu antara usia 13 – 18 tahun, seperti yang diungkapkanoleh Hurlock (1992: 206) bahwa “awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum”.

Semoga para pembaca artikel mengerti apa yang dimaksud Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang telah saya jelaskan, kurang lebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga artikel yang saya buat ini dari 2 referensi buku tersebut bermanfaat bagi para pembaca artikel yang saya banggakan.


Wassalamu’alaikum Wr.Wb.